KERUPUK BULUNG, Kerupuknya Desa Sembung
Desa Sembung merupakan salah satu desa di kecamatan Banyuputih, kabupaten Batang. Desa ini terkenal sebagai penghasil kerupuk Bulung, yaitu kerupuk yang berbahan dasar sagu. Di jawa sering disebut bulung, sedangkan umumnya disebut pohon sagu atau rumbia. Di desa Sembung sendiri, sudah ada 2 Industri Rumah Tangga (Home Industri) yang memproduksi kerupuk Bulung, yaitu Home Industri kerupuk bulung milik Bapak Sobirin dan Ibu Mujazanah yang terletak di Dukuh Kamijoro dan Pagedangan.
Di dukuh Kamijoro, home industri milik Pak Sobirin sudah memproduksi kerupuk bulung selama kurang lebih 20 tahun, tepatnya sejak anak pertamanya masih duduk di SD/MI, dan sekarang anaknya telah lulus S1.
Awalnya, Pak Sobirin bekerja sebagai pembuat tepung sagu. Ia memperoleh bahan dasar tepung sagu, yaitu batang pohon sagu dari Pekalongan maupun Comal, karena di sekitar Desa Sembung, pohon sagu sudah jarang tumbuh dan dikembangkan. Karena keterbatasan bahan dasar itulah, Pak Sobirin mengambil dari Pekalongan ataupun Comal.
Bekerja sebagai pembuat tepung sagu yang tidak memiliki ladang sendiri, mendorong Pak Sobirin untuk membuat olahan dari tepung sagu yang telah ia buat. Penghasilan yang mengalami pasang surutlah yang kemudian membuat Pak Sobirin termotivasi untuk membuat kerupuk dari tepung sagu, yang kemudian diberi nama Kerupuk Bulung. Awalnya, Pak Sobirin hanya dapat memproduksi kerupuk dengan bahan dasar tepung sebanyak 30-40 kg/hari, karena ia memproduksi kerupuk sambil bekerja di tempat orang. Harga kerupuk bulung pada waktu itu berkisar Rp. 400,-/kg. Karena merasa lebih memiliki penghasilan yang cukup untuk menyekolahkan anaknya, Pak Sobirin akhirnya memilih untuk berhenti bekerja dan fokus untuk memproduksi kerupuk bulung. Setelah berhenti bekerja, Pak Sobirin mampu memproduksi kerupuk sekitar 1 kw/hari. Sejak itu, banyak sales yang berdatangan untuk membeli kerupuk bulung. Kebanyakan sales datang dari Demak, Weleri dan Kaliwungu. Namun, sejak pasar Demak kebakaran, Pak Sobirin berhenti memasok kerupuk ke Demak karena masalah finansial.
Sekarang, Pak Sobirin mampu memproduksi kerupuk bulung sebanyak 1 kw tepung, yang jika diolah bisa menghasilkan 90 kg kerupuk yang siap dipasarkan. Kerupuk yang diproduksi oleh Pak Sobirin adalah kerupuk dengan rasa original dan berupa kerupuk mentah. Nantinya, pembeli dapat menambahkan bumbu atau rasa sesuai selera dan permintaan pasar. Harga kerupuk bulung sekarang ini mencapai Rp. 7500,-/kg untuk harga pasar, dan Rp. 7000,- untuk harga sales sebelum harga BBM naik. Karena harga tepung mengalami kenaikan, dari Rp. 4600,- menjadi Rp. 4800,-. Tepung sagu yang dipakai untuk membuat kerupuk tidak lagi didatangkan dari jawa, melainkan dari Kalimantan, karena persediaan tepung semakin berkurang dan kualitasnya pun semakin rendah. Untuk sekali pengiriman, tepung yang didatangkan mecapai 8 ton, karena jika kurang dari 8 ton, distributor dari Kalimantan tidak mau mengirim, alasannya ongkos transport tidak sesuai.
Sekarang ini, Pak Sobirin memiliki karyawan sebanyak 3 orang. Awalnya ia memiliki banyak karyawan, tapi karena pekerjaan di Ibu Kota lebih menggiurkan, maka karyawan Pak Sobirin lebih memilih untuk bekerja di Jakarta. Gaji yang diperoleh karyawan adalah Rp. 30.000,-/hari, dengan bekerja selama setengah hari. Biasanya karyawan bekerja dari pagi jam 10.00- 14.00.
1 plastik besar kerupuk bulung dengan isi 5 kg dihargai Rp. 33.000,- sebelum harga BBM naik. Rencananya, Pak Sobirin akan menaikkan harga menjadi Rp. 35.000 untuk sales dan Rp. 38.000 untuk pesan antar.
Di dukuh Kamijoro, home industri milik Pak Sobirin sudah memproduksi kerupuk bulung selama kurang lebih 20 tahun, tepatnya sejak anak pertamanya masih duduk di SD/MI, dan sekarang anaknya telah lulus S1.
Awalnya, Pak Sobirin bekerja sebagai pembuat tepung sagu. Ia memperoleh bahan dasar tepung sagu, yaitu batang pohon sagu dari Pekalongan maupun Comal, karena di sekitar Desa Sembung, pohon sagu sudah jarang tumbuh dan dikembangkan. Karena keterbatasan bahan dasar itulah, Pak Sobirin mengambil dari Pekalongan ataupun Comal.
Bekerja sebagai pembuat tepung sagu yang tidak memiliki ladang sendiri, mendorong Pak Sobirin untuk membuat olahan dari tepung sagu yang telah ia buat. Penghasilan yang mengalami pasang surutlah yang kemudian membuat Pak Sobirin termotivasi untuk membuat kerupuk dari tepung sagu, yang kemudian diberi nama Kerupuk Bulung. Awalnya, Pak Sobirin hanya dapat memproduksi kerupuk dengan bahan dasar tepung sebanyak 30-40 kg/hari, karena ia memproduksi kerupuk sambil bekerja di tempat orang. Harga kerupuk bulung pada waktu itu berkisar Rp. 400,-/kg. Karena merasa lebih memiliki penghasilan yang cukup untuk menyekolahkan anaknya, Pak Sobirin akhirnya memilih untuk berhenti bekerja dan fokus untuk memproduksi kerupuk bulung. Setelah berhenti bekerja, Pak Sobirin mampu memproduksi kerupuk sekitar 1 kw/hari. Sejak itu, banyak sales yang berdatangan untuk membeli kerupuk bulung. Kebanyakan sales datang dari Demak, Weleri dan Kaliwungu. Namun, sejak pasar Demak kebakaran, Pak Sobirin berhenti memasok kerupuk ke Demak karena masalah finansial.
Sekarang, Pak Sobirin mampu memproduksi kerupuk bulung sebanyak 1 kw tepung, yang jika diolah bisa menghasilkan 90 kg kerupuk yang siap dipasarkan. Kerupuk yang diproduksi oleh Pak Sobirin adalah kerupuk dengan rasa original dan berupa kerupuk mentah. Nantinya, pembeli dapat menambahkan bumbu atau rasa sesuai selera dan permintaan pasar. Harga kerupuk bulung sekarang ini mencapai Rp. 7500,-/kg untuk harga pasar, dan Rp. 7000,- untuk harga sales sebelum harga BBM naik. Karena harga tepung mengalami kenaikan, dari Rp. 4600,- menjadi Rp. 4800,-. Tepung sagu yang dipakai untuk membuat kerupuk tidak lagi didatangkan dari jawa, melainkan dari Kalimantan, karena persediaan tepung semakin berkurang dan kualitasnya pun semakin rendah. Untuk sekali pengiriman, tepung yang didatangkan mecapai 8 ton, karena jika kurang dari 8 ton, distributor dari Kalimantan tidak mau mengirim, alasannya ongkos transport tidak sesuai.
Sekarang ini, Pak Sobirin memiliki karyawan sebanyak 3 orang. Awalnya ia memiliki banyak karyawan, tapi karena pekerjaan di Ibu Kota lebih menggiurkan, maka karyawan Pak Sobirin lebih memilih untuk bekerja di Jakarta. Gaji yang diperoleh karyawan adalah Rp. 30.000,-/hari, dengan bekerja selama setengah hari. Biasanya karyawan bekerja dari pagi jam 10.00- 14.00.
1 plastik besar kerupuk bulung dengan isi 5 kg dihargai Rp. 33.000,- sebelum harga BBM naik. Rencananya, Pak Sobirin akan menaikkan harga menjadi Rp. 35.000 untuk sales dan Rp. 38.000 untuk pesan antar.

Dengan usaha kerupuk bulung, Pak Sobirin mampu menyekolahkan kedua anaknya sampai sarjana. Sedangkan kedua anaknya yang lain masih duduk di bangku sekolah.
Kendala yang sering dihadapi, antara lain adalah bahan baku yang semakin berkurang, serta cuaca yang tidak menentu, karena dibutuhkan panas matahari yang benar-benar panas untuk menghasilkan kerupuk yang dapat mengembang dengan sempurna.
Penulis
Shantika MW
KKN Unnes 2014
Mf mau nnya..?
BalasHapusAda pati bulung gk gan...?
Mf mau nnya..?
BalasHapusAda pati bulung gk gan...?
Mf mau nnya..?
BalasHapusAda pati bulung gk gan...?